Selasa, 12 April 2016

LAWAN !!



Apabila usul ditolak tanpa ditimbang
Suara dibungkam kritik dilarang tanpa alasan
Dituduh subversif dan mengganggu keamanan
Maka hanya ada satu kata : Lawan !
(Penggalan puisi "Peringatan" Wiji Tukul)

   Siapa melawan siapa? Siapa melawan apa ? Melawan penguasa ? Siapa penguasanya ? Apakah cuma satu lapis penguasanya ? Pertanyaan kemudian menjadi rancu, begitu banyak peran pendukung yang telah sukses merancukan pertanyaan di atas. Manusia-manusia dewa juga yang ambil peran di dalamnya, mereka bersekongkol dengan tingkatan di atasnya, seperti konspirasi Sri Kresna dengan Bathara Guru, yang saling menyembunyikan rahasia kehidupan, yang sesungguhnya sederhana.
   Pada zaman Pak Wiji, terlihat jelas birokrasi mana yang harus diseimbangkan, agar tak berlarut dalam ketimpangan. Atau, kalau mau kembali ke masa lalu, tahun 1906-1917, ketika organisasi pribumi masih dengan usahanya, mereka pun mempunyai rumus yang jelas bahwa musuhnya setidak-tidaknya ada dua : adalah Eropa dengan mental kolonialismenya dan pribumi yang mengakui bahwa kolonialisme adalah suatu sistem yang diridhoi Tuhan. Pada masa-masa itu, politik sudah bisa dikatakan kompleks. Hanya saja, masih jelas bahwa musuhnya adalah kolonial.
   Masa kini, sudah bukan kompleks, tapi rancu. Tentu masih terpola, tapi dengan aritmetika yang lebih bertingkat. Sayangnya, karena semakin banyak tingkatan yang harus disusun untuk menemukan pola, orang dibikin malas untuk mengenali pola seperti apa yang ada didepannya. Ditambah alergi dengan politik, karena politik sudah terkesan seperti kata yang penuh tipu daya. Padahal, kehidupan mana yang tak berpautan dengan politik, ketika orang mengakui bahwa si A adalah penguasa dari kaumnya, itu adalah politik. Jika disederhanakan, ketika saraf di tubuh tunduk dan mengakui kepemimpinan otak, itu merupakan politik. Yang membedakan sekarang adalah, politik sehat dan politik sakit. Dan politik sakit adalah yang paling banyak, sehingga politik sehat digeneralisasi jadi politik sakit juga.
   Sistem pun dibikin jadi demikian rumit, dalam hal apa saja. Mulanya untuk memudahkan pengelompokan, namun akhirnya jadi patokan dan salah kaprah. Yang kini, melahirkan beberapa pihak yang tak ingin terlibat suatu sistem, ataupun organisasi. Orang jadi malas untuk sekedar berorganisasi, alasannya sistem. Sistem memang akan menghasilkan sistem yang lain, karena tubuh manusia pun juga kumpulan sistem dan organ, yang bekerja satu dan satunya, membuahkan sistem lain bernama metabolisme, lalu organ satu dan satunya juga membentuk kumpulan organ yang disebut organisasi badan secara utuh, untuk kemudian diberi nama si A, si B, dll. Lagi-lagi, kehidupan mana yang tak terlibat dalam suatu sistem dan organisasi, ketika ada perbincangan antara dua orang, itu saja sudah termasuk berorganisasi. Pada akhirnya, setiap pribadi berhak untuk memilih bentuk organisasi yang dikehendakinya. Selama itu membawa kebaikan untuk sesamanya. Sungguh, telah bertumpuk-tumpuk kekhawatiran yang salah tempat, hanya karena ilusi pengetahuan yang disebarkan oleh beberapa manusia, yang menganggap dirinya dewa, adikuasa, dan ahli mencuri fakta.
   Jangan lelah untuk melawan, tanyakan pada fatwa hati masing-masing, siapa yang harus dilawan. Jangan bermanja-manja dengan romansa kotak yang mereka ciptakan. Lawan pertamamu adalah dirimu sendiri, lalu akan engkau temukan lawan berikutnya. 



Orang Bodoh dan Anaknya

Hei ! Anakku
Cepat besar kau
Aku orang tuamu
Merawatmu dengan susu terbaik
Dengan penitipan anak kelas parlente
Rumah untukmu tidur setiap malam
Sudah ku hias dengan gelimang dunia

Hei ! Anakku
Nanti , jika kau besar nanti
Berpendidikanlah kau
Jangan bosan menghafal teori mencari uang
Amankan namamu dengan gelar-gelar
Kalau perlu gelar yg berbau agama
Cukuplah kau dengan baunya saja

Hei ! Anakku
Nanti, jika kau besar nanti
Beribadahlah dengan rajin
Tapi jangan lupa pekerjaanmu
Oh , bukan bukan
Bukan, terbalik rupanya
Kerja rajin, tapi jangan lupa ibadahmu

Hei ! Anakku
Nanti, jika kau besar nanti
Sukseslah kau dalam studi dan spekulasi
Tak usah bergabung dengan perjuangan kelas teri
Sibukkan dirimu dengan gawai dan layar imaji
Jika eksistensimu diakui
Jodoh dan rejeki jelas mengikuti

Hei ! Anakku
Nanti, jika kau besar nanti
Urusanmu hanya bagaimana perutmu bisa terisi
Juga kantong syahwatmu bisa terpenuhi
Tidak dengan yang lain
Hiduplah kau, Anakku
Jaya selalu
Semoga, kau tak segera bertemu mati
(27/03/16)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar